Entries (RSS)

Pencari Bidadari

Pernah melihat lelaki gaek yang belum juga menikah atau perawan tua yang belum juga bersuami? Bisa jadi salah satunya adalah karena menunggu pasangan yang sempurna. Tidak sedikit orang  yang lama menunggu datangnya pasangan yang sesuai dengan setumpuk criteria yang telah disusunnya
Asep, sebut saja begitu , 35 tahun, hingga kini belum menemukan jodoh yang diidamkannya. Istrinya harus orang pintar ilmu kimia, tapi tidak setiap wanita yang jago ilmu kimia ia minati. Saat tertarik dengan seorang wanita kemudian melakukan proses ini prose situ, ujung-ujungnya batal karena si wanita tidak lulus uji kemampuan ilmu kimia. Saat dikenalkan dengan wanita yang ulung ilmu kimia tidak juga mengiyakan karena dari sisi lain tidak menarik. Selalu ada faktor lain yang menjadikannya mengambil keputusan-tidak untuk calon yang diincarnya.
Tidak kalah aneh, Arbi, bukan nama sebenarnya. Hingga umur 30 tahun lebih belum juga mampu mewujudkan impiannya mendapatkan istri yang diinginkannya.

Dia mensyaratkan, istrinya harus dibawah tingginya 10 cm dari tingginya sendiri. Dari selusin wanita yang pernah diprosesnya kebanyakan ditolaknya karena tingginya terlalu jauh dari yang dipatoknya. Cita-cita yang dibangunnya untuk menikah di usia 23 tahun hingga kini masih sebatas impian. Orang memang boleh punya keinginan, namun apa yang diharapkan dari istri setinggi kurang lima sentimeter dari tingginya?
Apakah orang yang kemudian menemukan pasangan yang ideal dalam pandangannya akan mendapati rumah tangganya tiba-tiba bahagia hingga akhir kehidupan? Ternyata banyak pasangan “ideal” yang juga mengalami masalah. Salah paham, beda pandangan, beda keinginan dan bermacam konflik lain. Tidak sedikit bahkan terseret pada perilaku saling mengejek dan merendahkan.
Rumah tangga memang bukan sebuah sandiwara yang segala sesuatunya bisa diatur. Suami tidak bisa begitu saja membuat scenario, pun sang istri. Ini bisa ditilik dari kasus seperti di atas. Kadang istri merendahkan suaminya, walaupun yang sering terjadi suamilah yang selalu menganggap istrinya adalah pasangan yang selalu penuh kekurangan. Kurang cantik, kurang pintar, kurang perhatian, kurang ini dan kurang itu. Bahkan ada yang bersifat begitu berlebihn sehingga segudang kebaikan dan kelebihan istri tenggelam oleh sepotong cela sang istri.
Sempurna
Istri sempurna tiada cacat dan cela?  Di mana itu? Mustahil didapati di muka bumi ini. Mungkin ada yang sampai perlu menyesal melihat kondisi istrinya. Akhirnya terseretlah pada pengaruh setan, “Wah seandainya saya dulu memilih si A atau si B, tentu…” Yang jelas perkataan demikian tidaklah berguna, bahkan berbahaya karena bisa membuka pintu lebih lebar lagi bagi setan. Karena itulah hal demikian dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam. Yang perlu disadari adalah tidak ada orang yang sempurna, demikian pula dengan istri. Tidak perlu kita bermimpi menemukan bidadari di dunia ini? Imposible! Karena itu tidak sepantasnya seorang suami menjadi seorang perfeksionis. Bersikap menuntut istrinya tidak boleh punya kekurangan, sedikit pun.
Parahnya lagi bila kemudian melihat kekurangan istri menjadi penyebab munculnya rasa benci. Islam menuntunkan, tidak sepantasnya seorang suami membenci istrinya.  Mungkin ia tidak suka dengan satu kekurangan istrinya, tapi sebenarnya sang istri masih punya banyak kebaikan yang lain. Kadang  memang suami berlaku seperti perempuan yang bersikap pada suami, sekian banyak kebaikan tak terlihat oleh sebuah kekurangan.
Allah menyatakan:

…فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“…Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak…” (Qs. An–Nisa’: 19)
Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam pun berpesan pada para suami:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)

Al-Imam An-Nawawi berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58)
Pengertian
Sebelum menikah saya mengangankan mendapatkan seorang wanita yang cerdas dan bisa membantu dunia saya, seorang suami bercerita. Kini perjalanan rumah tangganya hamper mencapai tahun kesepuluh. Dalam keterputusasaannya dia bertindak acuh tak acuh terhadap keluarganya.
Segala pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh istrinya. Dari mengantar anak sekolah hingga menyetrika semua dikerjekan oleh sang istrinya. Dan semua itu tidak mampu menyadarkannya bahwa istrinya adalah sosok yang baik. Bukankah ini merupakan cirri tidak sehatnya iman seorang suami yang dibarengi dengan keinginan serba sempurna tadi.
Akibatnya adalah perilaku sewenang-wenang suami kepada istrinya. Bukankah Rasulullah telah berpesan kepada kita agar berbuat baik kepada istri.

 

«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِهِ, وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِيْ»

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku”. (HR al-Hakim dan Ibnu Hibban).
Dalam Hadits lainnya:
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya kepada istrinya, dan aku adalah yang terbaik bagi istriku.” (HR. at-Tirmidzi)

Berusaha mendapat pasangan yang ideal memang suatu yang wajat. Yang tidak wajar adalah ketika tidak bisa memaklumi kekurangan istri, menuntut istrinya berlaku seperti bidadari, makhluk yang sempurna dari segala isi. Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam mengingatkan:
Sungguh manusia itu laksana seratus unta yang hamper tidak ada satu pun yang layak dinaiki.” (HR. Bukhari)

Demikian juga wanita yang berawal dari sosok yang tercipta dari tulang rusuk yang bengkok. Padanya tentu lebih sedikit terkumpul berbagi kebaikan. Satu wanita mungkin punya paras cantik, tapi lisannya kotor. Ada yang parasnya cantik ucapannya baik, manis kata-katanya, tapi boros. Terkadang cantik, baik akhlaknya, hormat pada suami, pandai mengatur rumah, tapi tidak pandai memasak dan membuat kue. Atau ada juga semua kebaikan tadi berkumpul pada seorang istri, tapi ternyata sedikit ibadahnya.
Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam tidak menganjurkan seorang muslim untuk mencari pasangan dari muslimah yang sempurna. Beliau menganjurkan seorang muslim untuk mencari shalihah. Itulah perempuan yang terbaik.
Abu Hurairah membawakan sebuah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam berkaitan dengan hal itu.
Suatu saat Rasulullah ditanya, “Bagaimanakah perempuan yang terbaik?”
Beliau menjawab, ‘Yang selalu membuat suaminya bergembira bila dipandang, selalu taat kepada suaminya, dan tidak pernah melanggar perintahnya serta tidak berkhianat dalam mengelola harta suaminya.” (HR. Ahmad)
Dari itulah sebagai seorang istri tentu harus berupaya memperbaiki diri menggali potensi. Di samping itu selalu menyadari segala kekurangan diri dan siap menerima nasehat, bimbingan dan arahan dari suami. Demikian pula sebagai seorang suami harus berusaha pengertian dengan kekurangan istri janganlah memaksanya menjadi seorang bidadari yang sarat dengan kesempurnaan. Kunci kebahagian rumah tangga bukanlah terletak pada istri yang sempurna.
Bukan pula terletak pada standar yang tinggi tingkat penilaian suami terhadap kondisi dan pekerjaan istri. Kebahagian akan muncul ketika seorang suami mampu  memahami bahwa istrinya adalah seorang manusia biasa, seperti dirinya. Yang dibutuhkan rumah tangga adalah sikap bijak menilai diri dan menilai sang istri. Mari menjadi suami yang bijaksana.

Related Post:

0 comments:


At Kelud Mountain Blitar, East Java